BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Usaha meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, di mana pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, dan ketrampilan ( UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ).
Untuk melaksanakan tugas dalam meningkatkan mutu pendidikan maka
diadakan proses belajar mengajar, guru merupakan figur sentral, di tangan
gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar
mengajar di sekolah. Oleh karena itu tugas dan peran guru bukan saja mendidik,
mengajar dan melatih tetapi juga bagaimana guru dapat membaca situasi kelas dan
kondisi siswanya dalam menerima pelajaran. Namun ada yang juga peranannya tidak
kalah penting dalam lingkup penyelenggaraan pendidikan yang baik, yaitu
pengawas. Peranan pengawas sebenarnya sangat mendukung pelaksanaan proses
pembelajaran. Pengawas bukan hanya saja berperan untuk mengembangkan kinerja
guru tetapi juga berperan mengembangkan kinerja kepala sekolah, sehingga apa
yang dilakukan di sekolah tersabut dapat mencapai tujuan seperti yang
dicita-citakan. Namun kenyataannya kerjasama antara pengawas dengan pihak
sekolah masih sangat jauh dari yang
diharapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, ditinjau dari kemampuan dan
kepemahaman pengawas terhadap fungsi dan tugas pengawas itu sendiri.
“Keberadaan
pengawas sekolah sejak perekrutan hingga penugasan tidak efektif, ada
yang tidak pernah jadi guru dan tak pernah jadi kepala sekolah tahu-tahu jadi
pengawas. Hal ini jelas tidak mungkin bisa melaksanakan tugas dengan baik,”
kata Ketua PGRI Jawa Tengah Dr H Soebagjo Brotosedjati MPd. (Education for
Sustainable Development, 30 Agustus 2012).
Kepala Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjamin Mutu Pendidikan
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Syawal Gultom, menilai bahwa perekrutan
pengawas sekolah akan dievaluasi setelah hasil uji kompetensi awal (UKA)
menunjukkan, bahwa nilai mayoritas pengawas sekolah tidak lebih baik dari guru.
“Pengawas yang membina dan mengawasi guru sekolah, kok nilainya malah lebih
rendah”(jubilee-jkt.sch.id. editorial evaluasi pendidikan, 9 April 2012).
“Berdasarkan
hasil Uji Kompetensi sertifikasi guru bulan Februari 2012 lalu, kompetensi
pengawas pendidikan di NTB nilai rata rata dibaw
ah 32,5,” kata Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Muhammad Irfan di Mataram, Rabu (Corong Rakyat, 20 Juni 2012).
ah 32,5,” kata Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Muhammad Irfan di Mataram, Rabu (Corong Rakyat, 20 Juni 2012).
Kinerja pengawas
sekolah di jenjang SD hingga SMA sederajat dikeluhkan para guru. Pengawas
dinilai justru menjadi penghambat sekolah dan guru untuk melakukan terobosan
dalam meningkatkan mutu dan layanan pendidikan pada masyarakat. Pernyataan ini
memang sangat beralasan apalagi jika dikonfrontir dengan fakta yang terjadi
dilapangan dari hasil uji kompetensi awal (UKA) guru yang dilakukan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, kompetensi pengawas justru paling rendah
dibandingkan guru-guru yang mereka awasi (Kompas, 5 Mei 2012).
Mengenai
banyaknya pengawas sekolah yang mutunya rendah, Kepala Badan Peningkatan Mutu
dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (BPMPTK) Syawal
Gultom, memperkirakan hal itu terjadi karena mekanisme perekrutan pengawas
tidak sesuai standar yang ditetapkan BPMTPTK. “Bagaimana mau membina kalau mutu
pengawas tidak lebih baik dari guru yang dibinaya” (ANTARA Jambi, 5 April
2012).
Oleh
karena itu muncullah gagasan kebijakan pemerintah yang dituang dalam peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
Dalam permen tersebut jelas terlihat bahwa ada standar yang harus dimiliki
pengawas baik dari segi kualifikasi maupun kompetensi-kompetensinya.
Berdasarkan
hasil wawancara awal yang
telah kami lakukan kepada beberapa orang pengawas serta guru-guru yang berasal dari beberapa
kabupaten/kota pada hari kamis tanggal 13 september
2012 pukul 15.00 wib terlihat bahwa ada penyimpangan
dalam hal perekrutan pengawas di kabupaten/kota. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut antara lain :
- Mayoritas pengawas pendidikan menengah di kabupaten/kota belum memiliki pendidikan S2 kependidikan
- Usia pengawas tidak produktif lagi untuk bekerja ( usia di atas 50 tahun atau mendekati usia pensiun
- Tidak memiliki pemahaman dan wawasan tentang kompetensi pengawas karena belum mengikuti seleksi sebagai pengawas
- Sebagian Pengawas merupakan alihan tenaga kerja struktural menjadi tenaga fungsional dengan alasan menunda masa pensiun.
Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
”
Implementasi permendiknas no 12 tahun 2007 tentang standarnisasi pengawas
satuan pendidikan”
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah : ”Mengapa Implementasi Kebijakan Permendiknas No 12 Tahun 2007
Tentang Standar Pengawas Pendidikan Belum Terlaksanan sebagaimana mestinya?”
C.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah implementasi Permendiknas no. 12 Tahun 2007 sudah terlaksana
sesuai dengan semestinya.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
dari penelitian ini adalah :
1.
Bagi penulis bermanfaat
untuk :
i. Menambah
wawasan dalam penulisan dan pelaksanaan Penelitian
ii. Menambah
pengetahuan tentang implementasi permendiknas no. 12 Tahun 2007
2. Bagi
pembaca bermanfaat sebagai informasi bagaimana implementasi Permendiknas no. 12
Tahun 2007 mengenai perekrutan dan keadaan pengawas di masing-masing daerah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pengawas
sekolah adalah guru, Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabaran pengawas
sekolah ( PP 74 Tahun 2008 ). Pegawasan adalah kegiatan pegawas sekolah dalam
menyusun prog
Pengawas
satuan pendidikan adalah
tenaga kependidikan profesional
berstatus PNS yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang
secara penuh oleh pejabat berwenang untuk
melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial melalui kegiatan
pemantauan, penilaian, pembinaan, pelaporan dan tindak lanjut .(Nana
Sujana,2006)
Pegawasan adalah kegiatan pegawas sekolah dalam menyusun program
pengawasan, melaksanakan program pengawasan, mengevakuasi hasil pelaksanaan
program dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.
Adapun persyaratan menjadi seorang
pengawas sekolah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah antara lain :
1.
Kualifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah Memiliki
pendidikan minimum magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1)
dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
2.
Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;
3.
Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat
sebagai pengawas satuan pendidikan;
4.
Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan
yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan
fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah; dan
5.
Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
Kualifikasi akademik yang dijelaskan di
atas dijadikan dasar dalam melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pengawas.
Artinya dalam pengangkatan pengawas satuan pendidikan rekrutmen atau
penjaringan calon pengawas harus memenuhi kualifikasi tersebut di atas untuk selanjutnya
mengikuti seleksi atau penyaringan secara khusus.
Seleksi melalui tes yang terdiri
atas tes tertulis, tes performance dan forto folio. Tes tertulis meliputi
(1) tes potensi akademik dan
kecerdasan emosional
(2) tes penguasaan kepengawasan dan
(3) tes kreativitas dan motivasi berprestasi.
Tes performance dilaksanakan melalui
presentasi makalah kepengawasan dilanjutkan dengan wawancara. Sedangkan forto
folio dilaksanakan melalui penilaian terhadap karya-karya tulis ilmiah yang
dihasilkan calon pengawas serta bukti fisik keterlibatan dalam kegiatan ilmiah
seperti seminar, workshop, pelatihan dll (http:/www.tendik.org).
Ada enam dimensi
kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni:
(a) kompetensi
kepribadian,
(b) kompetensi
supervisi manajerial,
(c) kompetensi
supervisi akademik,
(d) kompetensi evaluasi
pendidikan,
(e) kompetensi penelitian
dan pengembangan,
(f) kompetensi sosial.
Permendiknas
Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menyatakan bahwa
jenis pengawas terdiri dari :
1.
Pengawas Taman
Kanak-Kanak/Raudatul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI),
2.
Pengawas Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Pengawas Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA
dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya),
3.
Pengawas Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) dalam Rumpun Mata
Pelajaran yang Relevan (MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni
Budaya, Teknik dan Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen,
Pariwisata, Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan).
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 Tentang Guru Pasal 54 ayat (8) menyatakan bahwa pengawas terdiri dari
pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok
mata pelajaran. Kondisi jenis pengawas saat ini ada yang sudah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 54 ayat (8) dan (9) dan ada
yang sesuai dengan Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah.
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun sejak berlakunya Permendiknas
Nomor 39 Tahun
2009 tentang Pemenuhan
Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, jenis pengawas
disesuaikan dengan kondisi saat ini. Selanjutnya harus mengikuti ketentuan
sebagaimana disebut dalam Peraturan Pemerintah 74 tahun 2008 tentang Guru.
Upaya peningkatan mutu layanan
pendidikan di satuan pendidikan, tak lepas dari peran penting seorang pengawas
sekolah. Tentu saja aneh dan janggal jika pengawas sekolah ternyata bermutu
lebih rendah dibandingkan dengan mutu guru. Sebab dengan demikian berarti,
sekelompok orang yang tak bermutu memberikan penilaian terhadap sekelompok
orang lain yang lebih bermutu dalam kancah dunia pendidikan. Ini sama saja
maknanya dengan kaum pandir menilai keberadaan kaum cerdik pandai. Output macam
apa yang bisa diharapkan jika para pengawas sekolah ternyata bermutu jelek?
Bukankah ini merupakan kekonyolan yang hanya mendistorsi dunia pendidikan?
Tak dapat dibantah, rendahnya mutu pengawas sekolah itu merupakan
potret nyata dari carut-marutnya pendidikan nasional. Pada satu sisi, pengawas
sekolah merupakan elemen penting pendidikan. Kelemahan dan atau kekurangan yang
mewarnai dunia pendidikan dapat diteliti secara saksama melalui keberadaan
pengawas sekolah. Tapi pada lain sisi, pengawas sekolah yang tak bermutu hanya
memperburuk keadaan oleh tidak jelasnya format dan substansi evaluasi
pendidikan. Tak aneh pula jika kemudian para pengawas sekolah hadir hanya untuk
mencari-cari kesalahan tanpa kejelasan perspektif.
Informasi yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menyebutkan, bahwa secara struktural pengaturan kerja para pengawas sekolah
merupakan wewenang pemerintahan daerah. Dengan demikian, buruknya mutu pengawas
sekolah ini mencerminkan compang-campingnya visi pemerintahan daerah terhadap
pendidikan. Jika kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengambil
sebuah prakarsa untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan seluruh personel
pengawas sekolah, tentu saja prakarsa itu patut diacungi jempol. Bahkan,
evaluasi terhadap keberadaan semua pengawas sekolah itu layak disambut sebagai
langkah terobosan. Hanya saja, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus pula
memberikan garansi bahwa evaluasi terhadap keberadaan pengawas sekolah itu
bukan sekadar proyek yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Terkuaknya fakta
berkenaan dengan rendahnya mutu pengawas sekolah semestinya dijadikan momentum
untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sampai kapan pun, institusi pengawas
tetap dibutuhkan untuk dapat menyimak dan menyibak keberadaan sekolah.
Tantangannya adalah sejauhmana setiap sekolah dapat diteropong secara obyektif
melalui sebuah mekanisme yang melekat dengan pengawasan. Pada titik persoalan
ini lalu dibutuhkan pemikir dan atau pakar pendidikan yang secara fungsional
bekerja sebagai pengawas sekolah. Tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui serangkaian pelatihan adalah mencetak pengawas sekolah dengan
kualifikasi pemikir dan pakar pendidikan. Jika rekomendasi ini diabaikan, maka
compang-camping visi akan terus mewarnai pengawasan sekolah.
Alur kerja Pengawas Sekolah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analisis, yaitu mendeskripsikan tentang implementasi Kebijakan
Permendiknas No 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Pendidikan
3.2.
Subjek Penelitian
Pada Penelitian ini, yang menjadi subjek
penelitian adalah pengawas
pendidikan menengah di kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.3.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara.
Waktu pelaksanaan penelitian yaitu Minggu ke-2 s.d. minggu ke-3 bulan September
2012.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pada
penelitian ini, teknik pengumpulan data yaitu
melalui wawancara mendalam. Namun karena keterbatasan waktu, penulis hanya
menggunakan data hasil wawancara terhadap mahasiswa program pascasarjana S2
program studi administrasi pendidikan konsentrasi kepengawasan yang merupakan
pengawas dikmen di kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.5. Analisa data.
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik analisa data yang digunakan
adalah Analisis non parametrik. Analisis ini melibatkan pengerjaan,
pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola,
pengungkapan hal yang penting dan penentuan apa yang dilaporkan.
3.6. Keabsahan
Penelitian
Penelitian ini dapat dikatakan sah karena sumber data
yang diperoleh dapat dipercaya karena sumber data adalah orang yang langsung
terlibat dalam sistem yang diteliti. Tentu saja hasil wawancara memberikan
gambaran yang sebenarnyya terjadi di lokasi penelitian.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Dari hasil fakta yang ditemukan di
lapangan dan juga hasil kajian beberapa data, baik itu dari laporan riset dan
juga bersumber dari berbagai media massa, ditemukan fakta bahwa kemampuan
kompetensi pengawas pendidikan secara umum masih jauh dibawah kompetensi
profesionalisme guru. Padahal, seharusnya pengawas pendidikan sebagai ujung
tombak pembinaan guru dan kepala sekolah kompetensi profesionalnya berada di
atas guru. Namun pada realitanya justru jauh berada dibawah kompetensi guru.
Penyebab
utama rendahnya kualitas pengawas sekolah disebabkan oleh berbagai faktor,
terutama proses perekrutan serta minimnya pembinaan dari Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga (Dikpora) kabupaten/kota.
Selama ini
perekrutan pengawas pendidikan lebih banyak berasal dari bukan guru dan kepala
sekolah yang berprestasi. Namun perekrutan pengawas pendidikan berasal dari
bukan guru, tapi pegawai struktural dan pejabat struktural yang akan memasuki masa
pensiun yang meminta dimutasi menjadi pengawas padahal usia sudah tidak
produktif lagi untuk berinovasi dan berkretatifitas dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan. Selain itu, pengawas pendidikan yang ditangani langsung
kabupaten/kota kurang mendapatkan perhatian terutama dalam pemberian pembinaan
berupa pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kompetensi
profesionalismenya. Karena selama ini, pengawas pendidikan dianggap
sebagai tempat buangan bagi guru atau kepala sekolah yang terkena mutasi.
Padahal,
pengawas pendidikan merupakan tugas yang sangat penting untuk diperhatikan,
karena menjadi salah satu penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan, sebagai
pembina guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena
itu, sangat diharapkan kepada kabupaten/kota untuk memberi perhatian serius
kepada pengawas pendidikan dan tidak memandang sebelah mata sebagaimana selama
ini yang terjadi terhadap pengawas pendidikan.
Jabatan pengawas
adalah jabatan tertinggi dalam jabatan fungsional guru karena di sanalah tempat
orang-orang yang kompeten dan berkemampuan. Dalam kenyataannya kompetensi dan
kemampuan pengawas tidak sesuai dengan standar yang diharapkan.
Mengapa demikian ? Ada beberapa alasan :
Perekrutan
Tidak dapat
dipungkiri dalam proses perekrutan pengawas sangat dipengaruhi oleh otonomi
daerah yang menyebabkan segala sesuatu berbau kepentingan (politik) yang
berakibat terjadinya deprofeisonalisme pengawas pendidikan. Hal ini mengandung
pengertian bahwa pengawas pendidikan direkrut berdasarkan referensi
seperti kepentingan politik, azas kekeluargaan dan kesukuan. Hal
ini diperparah lagi oleh pola perekrutan yang tidak prosedural dimana
pengawas diangkat tanpa melaui tes Kemampuan dasar dan kemampuan
instrumental yang rendah.
Pengawas adalah
gurunya guru, yang artinya pengawas harus berkemampuan lebih dibanding guru
yang dibimbingnya. Kenyataan yang ditemukan pengawas lemah pada kemampuan
dasar, yang dimaksud disini adalah pertama daya pikir.
Penyebabnya adalah Pengetahuan awal (prior knowledge) yang dimiliki
rendah. Sebelum direkrut , pengawas yang notabenenya adalah guru atau kepala
sekolah tidak pernah disupervisi atau mensupervisi belum lagi tidak pernah
melakukan penelitian untuk memecahkan masalah di lapangan, semua hanya diselesaikan
dengan berdasar pada intuisi semata. Kedua daya qalbu .
Penyebabnya adalah lack of motivation and lack assesment.
Kurangnya motivasi yang dimaksud disini adalah masalah kedisiplinan dan
tanggungjawab. Sebelum menjadi pengawas guru atau kepala sekolah tidak
menunjukkan kedisiplinan dalam pelaksanaan tugas pokok dengan menganggap
enteng segala sesuatu. Sementara, dari sisi tanggungjawab tidak pernah
memberikan hasil yang memuaskan. Dari sudut pandang lack of assesment belum
optimalnya penilaian kinerja pengawas sehingga pengawas masih menjadi
sosok yang superior. Ketiga adalah daya fisik. Dimana pengawas
identik dengan guru senior yang dari segi umur dan kesehatan cenderung
tidak mendukung tugasnya, terlebih jika sekolah binaanya jauh di pedalaman.
Sehingga kecenderungan yang muncul dalam proses pembinaan dan pembimbingan
hanyalah berdasarkan estimasi.
Berkenaan dengan
kemapuan instrumental pengawas sebagai agen perubahan harus didukung dengan
penguasaan akan teknolgi modern kenyataannya masih banyak pengawas yang masih
gagap teknologi.
Perekrutan pengawas pendidikan menengah juga tidak mempertimbangkan kualifikasi
pendidikan, pangkat/golongan ruang dan masa kerja seperti yang dinyatakan dalam
permendiknas nomor 12 Tahun 2007 tentang standar pengawas pendidikan. Umumnya
pengawas pendidikan menengah hanya berpendidikan S1. Ini juga disebabkan karena
pengawas diangkat dari guru atau kepala sekolah yang pendidikannya terbatas
yaitu S1. Barangkali ini menjadi masalah di daerah karena kurangnya sumber daya
manusia yang memenuhi permendiknas tersebut.
Agar Pengawas Sekolah dapat bekerja sesuai dengan
peraturan yang telah ada, serta pengawas sekolah memiliki kompetensi maupun
dapat meningkatkan kompetensi yang telah
dimiliki sebaiknya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tidak mengabaikan
keberadaan pengawas sekolah, Pembinaan
dan pengembangan kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan harus terus
dilakukan agar mereka dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pengawas satuan pendidikan. Pembinaan menjadi tanggung jawab Kepala Dinas
Pendidikan setempat.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada
penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa : “Implementasi permendiknas
nomor 12 Tahun 2007 tentang standar pengawas khususnya pengawas pendidikan
menengah masih belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan”. Sebab utama
adalah karena proses rekrutmen pengawas pendidikan menengah belum disesuaikan
dengan permendiknas tersebut. Pengangkatan pengawas tidak memperhatikan
kualifikasi pendidikan, pangkat/gol. ruang, masa kerja dan seleksi calon pengawas.
5.2. Saran-saran
Berdasarkan pembahasan dan hasil
simpulan, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1.
Hendaknya
pemerintah daerah memperhatikan standar pengawas pendidikan sebagaimana
tertuang dalam permendiknas nomor 12 tahun 2007 dalam membuat kebijakan
rekrutmen pengawas.
2.
Sebaiknya
pemerintah daerah memberikan tugas belajar kepada guru atau kepala sekolah
calon pengawas untuk kuliah S2 kependidikan.
3.
Sebaiknya ada
penyempurnaan kebijakan rekrutmen pengawas dimana pengawas diangkat langsung sebagai
calon PNS dengan formasi S2 kependidikan lulusan program pascasarjana dari LPTK
bukan hanya dari Guru atau kepala sekolah yang sudah memenuhi masa kerja.
4.
Sebaiknya
pemerintah pusat dan pemerintah daerah meningkatkan kemampuan pengawas untuk
menguasai kompetensi-kompetensinya melalui pelatihan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmatullah, Wildan,
2012, Banyak Guru Hindari Jabatan
Pengawas, (OnLine), (wildanrahmatullah.wordpress.com, diakses 14 September
2012).
Kompas, 2012, Perekrutan Pengawas dievaluasi, (OnLine),
(http://cetak.kompas.com/read/2012/04/07/04392262/Perekrutan.Pengawas.Sekolah.Dievaluasi,
diakses 15 September 2012).
Fuaidi, Rofiq, Majalah Derap Guru Edisi
148/Th.XII/Mei/2012, Perbaiki Rekrutmen Pengawas Pendidikan, (OnLine),
(http://karangetan.wordpress.com/2012/05/22/perbaiki-rekrutment-pengawas-pendidikan/,
di akses 14 September 2012).
Sudrajat,
Akhmat, 2008, Forum Pengawas Sekolah, (OnLine), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/opini-pengawas-sekolah/,
diakses 14 September 2012).
Bolla, Jevri,
2012, Pengawas Oh Pengawas, (OnLine), (http://jevriaja.guru-indonesia.net/artikel_detail-23245.html,
diakses 15 September 2012).
Corong Rakyat
News, 20 Juni 2012, Kompetensi Pengawas
NTB Masih Rendah, (OnLine), (http://www.corongrakyatnews.com/index.php/lombok/mataram/57-kompetensi-pengawas-pendidikan-ntb-masih-rendah,
diakses 15 September 2021).
Utari, R. 2021, Penguatan Fungsi Pengawas Sekolah dalam
Rangka Perbaikan Mutu di Indonesia, (OnLine),(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PENGUATAN%20FUNGSI%20PENGAWAS %20SEKOLAH_ISPI_RAHMANIA_0.pdf,
diakses 15 September 2012).
Antara Jambi, 5
April 2012, Kemampuan pengawas Sekolah
harus di atas Guru, (OnLine), (http://www.antarajambi.com/berita/296914/kemampuan-pengawas-sekolah-harus-diatas-guru,
diakses 15 September 2012).
Suara
Merdeka.com., 15 September 2012, Banyak
Guru Hindari Jabatan Pengawas, (OnLine), (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/27/196642/16/Banyak-Guru-Hindari-Jabatan-Pengawas,
diakses 15 September 2012).
Harian Metro
Siantar tanggal 26 Maret 2009,
www.jubilee-jkt.sch.id/index.php?
wildanrahmatullah.wordpress.com
www.lpmpjateng.go.id/.../index.php
suaidinmath.wordpress.com
nasional.kompas.com/read/2010
junaidibengkulu.blogspot.com
eksposnews.com
karangetan.wordpress.com
www.balipost.co.id/\
bintangpapua.com
www.radarbuton.com/index.php?act=news&nid=29817
www.4skripsi.com/...penelitian/teknik-pengambilan
davinplus.blogspot.com/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar