Senin, 12 November 2012

MAKALAH : IMPLEMENTASI PERMENDIKNAS NO. 12 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Usaha meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, di mana pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, dan ketrampilan ( UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ).
Untuk melaksanakan tugas dalam meningkatkan mutu pendidikan maka diadakan proses belajar mengajar, guru merupakan figur sentral, di tangan gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu tugas dan peran guru bukan saja mendidik, mengajar dan melatih tetapi juga bagaimana guru dapat membaca situasi kelas dan kondisi siswanya dalam menerima pelajaran. Namun ada yang juga peranannya tidak kalah penting dalam lingkup penyelenggaraan pendidikan yang baik, yaitu pengawas. Peranan pengawas sebenarnya sangat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran. Pengawas bukan hanya saja berperan untuk mengembangkan kinerja guru tetapi juga berperan mengembangkan kinerja kepala sekolah, sehingga apa yang dilakukan di sekolah tersabut dapat mencapai tujuan seperti yang dicita-citakan. Namun kenyataannya kerjasama antara pengawas dengan pihak sekolah  masih sangat jauh dari yang diharapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, ditinjau dari kemampuan dan kepemahaman pengawas terhadap fungsi dan tugas pengawas itu sendiri.
“Keberadaan pengawas sekolah sejak perekrutan hingga  penugasan tidak efektif, ada yang tidak pernah jadi guru dan tak pernah jadi kepala sekolah tahu-tahu jadi pengawas. Hal ini jelas tidak mungkin bisa melaksanakan tugas dengan baik,” kata Ketua PGRI Jawa Tengah Dr H Soebagjo Brotosedjati MPd. (Education for Sustainable Development, 30 Agustus 2012).
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Syawal Gultom, menilai bahwa perekrutan pengawas sekolah akan dievaluasi setelah hasil uji kompetensi awal (UKA) menunjukkan, bahwa nilai mayoritas pengawas sekolah tidak lebih baik dari guru. “Pengawas yang membina dan mengawasi guru sekolah, kok nilainya malah lebih rendah”(jubilee-jkt.sch.id. editorial evaluasi pendidikan, 9 April 2012).
“Berdasarkan hasil Uji Kompetensi sertifikasi guru bulan Februari 2012 lalu, kompetensi pengawas pendidikan di NTB nilai rata rata dibaw
ah 32,5,” kata Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Muhammad Irfan di Mataram, Rabu (Corong Rakyat, 20 Juni 2012).
Kinerja pengawas sekolah di jenjang SD hingga SMA sederajat dikeluhkan para guru. Pengawas dinilai justru menjadi penghambat sekolah dan guru untuk melakukan terobosan dalam meningkatkan mutu dan layanan pendidikan pada masyarakat. Pernyataan ini memang sangat beralasan apalagi jika dikonfrontir dengan fakta yang terjadi dilapangan dari hasil uji kompetensi awal (UKA) guru yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kompetensi pengawas justru paling rendah dibandingkan guru-guru yang mereka awasi (Kompas, 5 Mei 2012).
Mengenai banyaknya pengawas sekolah yang mutunya rendah, Kepala Badan Peningkatan Mutu dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (BPMPTK) Syawal Gultom, memperkirakan hal itu terjadi karena mekanisme perekrutan pengawas tidak sesuai standar yang ditetapkan BPMTPTK. “Bagaimana mau membina kalau mutu pengawas tidak lebih baik dari guru yang dibinaya” (ANTARA Jambi, 5 April 2012).
Oleh karena itu muncullah gagasan kebijakan pemerintah yang dituang dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Dalam permen tersebut jelas terlihat bahwa ada standar yang harus dimiliki pengawas baik dari segi kualifikasi maupun kompetensi-kompetensinya.
Berdasarkan hasil wawancara awal yang telah kami lakukan kepada beberapa orang pengawas serta guru-guru yang berasal dari beberapa kabupaten/kota pada hari kamis tanggal 13 september 2012 pukul 15.00 wib terlihat bahwa ada penyimpangan dalam hal perekrutan pengawas di kabupaten/kota. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain :
  1. Mayoritas pengawas pendidikan menengah di kabupaten/kota belum memiliki pendidikan S2 kependidikan 
  2. Usia pengawas tidak produktif lagi untuk bekerja ( usia di atas 50 tahun atau mendekati usia pensiun 
  3. Tidak memiliki pemahaman dan wawasan tentang kompetensi pengawas karena belum mengikuti seleksi sebagai pengawas 
  4. Sebagian Pengawas merupakan alihan tenaga kerja struktural menjadi tenaga fungsional dengan alasan menunda masa pensiun.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
” Implementasi permendiknas no 12 tahun 2007 tentang standarnisasi pengawas satuan pendidikan”

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : ”Mengapa Implementasi Kebijakan Permendiknas No 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Pendidikan Belum Terlaksanan sebagaimana mestinya?”
C.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah implementasi Permendiknas no. 12 Tahun 2007 sudah terlaksana sesuai dengan semestinya.
D.     Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.           Bagi penulis bermanfaat untuk :
                             i.     Menambah wawasan dalam penulisan dan pelaksanaan Penelitian
                           ii.     Menambah pengetahuan tentang implementasi permendiknas no. 12 Tahun 2007
2.      Bagi pembaca bermanfaat sebagai informasi bagaimana implementasi Permendiknas no. 12 Tahun 2007 mengenai perekrutan dan keadaan pengawas di masing-masing daerah.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        Pengawas sekolah adalah guru, Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabaran pengawas sekolah ( PP 74 Tahun 2008 ). Pegawasan adalah kegiatan pegawas sekolah dalam menyusun prog
     Pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional berstatus PNS yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk  melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial melalui kegiatan pemantauan, penilaian, pembinaan, pelaporan dan tindak lanjut .(Nana Sujana,2006)  

   Pegawasan adalah kegiatan pegawas sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, mengevakuasi hasil pelaksanaan program dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.

       Adapun persyaratan menjadi seorang pengawas sekolah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah antara lain  :
1.        Kualifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah Memiliki pendidikan minimum magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1) dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
2.        Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;
3.        Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan  pendidikan;
4.        Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah; dan
5.        Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
       Kualifikasi akademik yang dijelaskan di atas dijadikan dasar dalam melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pengawas. Artinya dalam pengangkatan pengawas satuan pendidikan rekrutmen atau penjaringan calon pengawas harus memenuhi kualifikasi tersebut di atas untuk selanjutnya mengikuti seleksi atau penyaringan secara khusus.
Seleksi melalui tes yang terdiri atas tes tertulis, tes performance dan forto folio. Tes tertulis meliputi
(1) tes potensi akademik dan kecerdasan emosional
 (2) tes penguasaan kepengawasan dan
 (3) tes kreativitas dan motivasi berprestasi.
 Tes performance dilaksanakan melalui presentasi makalah kepengawasan dilanjutkan dengan wawancara. Sedangkan forto folio dilaksanakan melalui penilaian terhadap karya-karya tulis ilmiah yang dihasilkan calon pengawas serta bukti fisik keterlibatan dalam kegiatan ilmiah seperti seminar, workshop, pelatihan dll (http:/www.tendik.org).
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni:
(a) kompetensi kepribadian,
(b) kompetensi supervisi manajerial,
(c) kompetensi supervisi akademik,
(d) kompetensi evaluasi pendidikan,
(e) kompetensi penelitian dan pengembangan,
(f) kompetensi sosial.
Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menyatakan bahwa jenis pengawas terdiri dari :
1.        Pengawas Taman Kanak-Kanak/Raudatul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
2.        Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Pengawas Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya),
3.        Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni Budaya, Teknik dan Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen, Pariwisata, Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan).

           Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 54 ayat (8) menyatakan bahwa pengawas terdiri dari pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran. Kondisi jenis pengawas saat ini ada yang sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 54 ayat (8) dan (9) dan ada yang sesuai dengan Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Permendiknas  Nomor  39  Tahun  2009  tentang  Pemenuhan  Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, jenis pengawas disesuaikan dengan kondisi saat ini. Selanjutnya harus mengikuti ketentuan sebagaimana disebut dalam Peraturan Pemerintah 74 tahun 2008 tentang Guru.
           Upaya peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan, tak lepas dari peran penting seorang pengawas sekolah. Tentu saja aneh dan janggal jika pengawas sekolah ternyata bermutu lebih rendah dibandingkan dengan mutu guru. Sebab dengan demikian berarti, sekelompok orang yang tak bermutu memberikan penilaian terhadap sekelompok orang lain yang lebih bermutu dalam kancah dunia pendidikan. Ini sama saja maknanya dengan kaum pandir menilai keberadaan kaum cerdik pandai. Output macam apa yang bisa diharapkan jika para pengawas sekolah ternyata bermutu jelek? Bukankah ini merupakan kekonyolan yang hanya mendistorsi dunia pendidikan?
Tak dapat dibantah, rendahnya mutu pengawas sekolah itu merupakan potret nyata dari carut-marutnya pendidikan nasional. Pada satu sisi, pengawas sekolah merupakan elemen penting pendidikan. Kelemahan dan atau kekurangan yang mewarnai dunia pendidikan dapat diteliti secara saksama melalui keberadaan pengawas sekolah. Tapi pada lain sisi, pengawas sekolah yang tak bermutu hanya memperburuk keadaan oleh tidak jelasnya format dan substansi evaluasi pendidikan. Tak aneh pula jika kemudian para pengawas sekolah hadir hanya untuk mencari-cari kesalahan tanpa kejelasan perspektif.
Informasi yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan, bahwa secara struktural pengaturan kerja para pengawas sekolah merupakan wewenang pemerintahan daerah. Dengan demikian, buruknya mutu pengawas sekolah ini mencerminkan compang-campingnya visi pemerintahan daerah terhadap pendidikan. Jika kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengambil sebuah prakarsa untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan seluruh personel pengawas sekolah, tentu saja prakarsa itu patut diacungi jempol. Bahkan, evaluasi terhadap keberadaan semua pengawas sekolah itu layak disambut sebagai langkah terobosan. Hanya saja, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus pula memberikan garansi bahwa evaluasi terhadap keberadaan pengawas sekolah itu bukan sekadar proyek yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Terkuaknya fakta berkenaan dengan rendahnya mutu pengawas sekolah semestinya dijadikan momentum untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sampai kapan pun, institusi pengawas tetap dibutuhkan untuk dapat menyimak dan menyibak keberadaan sekolah. Tantangannya adalah sejauhmana setiap sekolah dapat diteropong secara obyektif melalui sebuah mekanisme yang melekat dengan pengawasan. Pada titik persoalan ini lalu dibutuhkan pemikir dan atau pakar pendidikan yang secara fungsional bekerja sebagai pengawas sekolah. Tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui serangkaian pelatihan adalah mencetak pengawas sekolah dengan kualifikasi pemikir dan pakar pendidikan. Jika rekomendasi ini diabaikan, maka compang-camping visi akan terus mewarnai pengawasan sekolah.
Alur kerja Pengawas Sekolah
 

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.     Jenis  Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis, yaitu mendeskripsikan tentang implementasi Kebijakan Permendiknas No 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Pendidikan

3.2.       Subjek Penelitian
 Pada Penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah pengawas pendidikan menengah di kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.3.       Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara. Waktu pelaksanaan penelitian yaitu Minggu ke-2 s.d. minggu ke-3 bulan September 2012.

3.4.    Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yaitu  melalui wawancara mendalam. Namun karena keterbatasan waktu, penulis hanya menggunakan data hasil wawancara terhadap mahasiswa program pascasarjana S2 program studi administrasi pendidikan konsentrasi kepengawasan yang merupakan pengawas dikmen di kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.5.    Analisa data.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik analisa data yang digunakan adalah Analisis non parametrik. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting dan penentuan apa yang dilaporkan.

3.6.    Keabsahan Penelitian
Penelitian ini dapat dikatakan sah karena sumber data yang diperoleh dapat dipercaya karena sumber data adalah orang yang langsung terlibat dalam sistem yang diteliti. Tentu saja hasil wawancara memberikan gambaran yang sebenarnyya terjadi di lokasi penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil fakta yang ditemukan di lapangan dan juga hasil kajian beberapa data, baik itu dari laporan riset dan juga bersumber dari berbagai media massa, ditemukan fakta bahwa kemampuan kompetensi pengawas pendidikan secara umum masih jauh dibawah kompetensi profesionalisme guru. Padahal, seharusnya pengawas pendidikan sebagai ujung tombak pembinaan guru dan kepala sekolah kompetensi profesionalnya berada di atas guru. Namun pada realitanya justru jauh berada dibawah kompetensi guru.
Penyebab utama rendahnya kualitas pengawas sekolah disebabkan oleh berbagai faktor, terutama proses perekrutan serta minimnya pembinaan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) kabupaten/kota.
Selama ini perekrutan pengawas pendidikan lebih banyak berasal dari bukan guru dan kepala sekolah yang berprestasi. Namun perekrutan pengawas pendidikan berasal dari bukan guru, tapi pegawai struktural dan pejabat struktural yang akan memasuki masa pensiun yang meminta dimutasi menjadi pengawas padahal usia sudah tidak produktif lagi untuk berinovasi dan berkretatifitas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, pengawas pendidikan yang ditangani langsung kabupaten/kota kurang mendapatkan perhatian terutama dalam pemberian pembinaan berupa pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan kompetensi profesionalismenya. Karena selama ini,  pengawas pendidikan dianggap sebagai tempat buangan bagi guru atau kepala sekolah yang terkena mutasi.
Padahal, pengawas pendidikan merupakan tugas yang sangat penting untuk diperhatikan, karena menjadi salah satu penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan, sebagai pembina guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kepada kabupaten/kota untuk memberi perhatian serius kepada pengawas pendidikan dan tidak memandang sebelah mata sebagaimana selama ini yang terjadi terhadap pengawas pendidikan.
Jabatan pengawas adalah jabatan tertinggi dalam jabatan fungsional guru karena di sanalah tempat orang-orang yang kompeten dan berkemampuan. Dalam kenyataannya kompetensi dan kemampuan pengawas tidak sesuai dengan standar yang diharapkan.
 Mengapa demikian ? Ada beberapa alasan :
Perekrutan
Tidak dapat dipungkiri dalam proses perekrutan pengawas sangat dipengaruhi oleh otonomi daerah yang menyebabkan segala sesuatu berbau kepentingan (politik) yang berakibat terjadinya deprofeisonalisme pengawas pendidikan. Hal ini mengandung pengertian bahwa pengawas pendidikan direkrut berdasarkan referensi seperti  kepentingan politik, azas kekeluargaan dan kesukuan. Hal  ini diperparah lagi oleh pola perekrutan yang tidak prosedural dimana pengawas diangkat tanpa melaui tes Kemampuan dasar dan kemampuan instrumental yang  rendah.
Pengawas adalah gurunya guru, yang artinya pengawas harus berkemampuan lebih dibanding guru yang dibimbingnya. Kenyataan yang ditemukan pengawas lemah pada kemampuan dasar, yang dimaksud disini adalah pertama daya pikir. Penyebabnya adalah Pengetahuan awal (prior knowledge) yang dimiliki rendah. Sebelum direkrut , pengawas yang notabenenya adalah guru atau kepala sekolah tidak pernah disupervisi atau mensupervisi belum lagi tidak pernah melakukan penelitian untuk memecahkan masalah di lapangan, semua hanya diselesaikan dengan berdasar pada intuisi semata. Kedua daya qalbu . Penyebabnya adalah lack of motivation and lack assesment.  Kurangnya motivasi yang dimaksud disini adalah  masalah kedisiplinan dan tanggungjawab.  Sebelum menjadi pengawas guru atau kepala sekolah tidak menunjukkan  kedisiplinan dalam pelaksanaan tugas pokok dengan menganggap enteng segala sesuatu. Sementara, dari sisi tanggungjawab tidak pernah memberikan hasil yang memuaskan. Dari sudut pandang lack of assesment belum optimalnya penilaian kinerja pengawas sehingga  pengawas masih menjadi sosok yang superior. Ketiga adalah daya fisik. Dimana pengawas identik dengan guru senior yang dari segi umur dan kesehatan  cenderung tidak mendukung tugasnya, terlebih jika sekolah binaanya jauh di pedalaman. Sehingga kecenderungan yang muncul dalam proses pembinaan dan pembimbingan hanyalah berdasarkan estimasi.
Berkenaan dengan kemapuan instrumental pengawas sebagai agen perubahan harus didukung dengan penguasaan akan teknolgi modern kenyataannya masih banyak pengawas yang masih gagap  teknologi.
Perekrutan pengawas pendidikan menengah juga tidak mempertimbangkan kualifikasi pendidikan, pangkat/golongan ruang dan masa kerja seperti yang dinyatakan dalam permendiknas nomor 12 Tahun 2007 tentang standar pengawas pendidikan. Umumnya pengawas pendidikan menengah hanya berpendidikan S1. Ini juga disebabkan karena pengawas diangkat dari guru atau kepala sekolah yang pendidikannya terbatas yaitu S1. Barangkali ini menjadi masalah di daerah karena kurangnya sumber daya manusia yang memenuhi permendiknas tersebut.  
Agar Pengawas Sekolah dapat bekerja sesuai dengan peraturan yang telah ada, serta pengawas sekolah memiliki kompetensi maupun dapat meningkatkan kompetensi  yang telah dimiliki sebaiknya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tidak mengabaikan keberadaan  pengawas sekolah, Pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan harus terus dilakukan agar mereka dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas satuan pendidikan. Pembinaan menjadi tanggung jawab Kepala Dinas Pendidikan setempat.







BAB V
PENUTUP
5.1.    Simpulan
          Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa : “Implementasi permendiknas nomor 12 Tahun 2007 tentang standar pengawas khususnya pengawas pendidikan menengah masih belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan”. Sebab utama adalah karena proses rekrutmen pengawas pendidikan menengah belum disesuaikan dengan permendiknas tersebut. Pengangkatan pengawas tidak memperhatikan kualifikasi pendidikan, pangkat/gol. ruang, masa kerja dan seleksi calon pengawas.

5.2.    Saran-saran
          Berdasarkan pembahasan dan hasil simpulan, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1.      Hendaknya pemerintah daerah memperhatikan standar pengawas pendidikan sebagaimana tertuang dalam permendiknas nomor 12 tahun 2007 dalam membuat kebijakan rekrutmen pengawas.
2.      Sebaiknya pemerintah daerah memberikan tugas belajar kepada guru atau kepala sekolah calon pengawas untuk kuliah S2 kependidikan.
3.      Sebaiknya ada penyempurnaan kebijakan rekrutmen pengawas dimana pengawas diangkat langsung sebagai calon PNS dengan formasi S2 kependidikan lulusan program pascasarjana dari LPTK bukan hanya dari Guru atau kepala sekolah yang sudah memenuhi masa kerja.
4.      Sebaiknya pemerintah pusat dan pemerintah daerah meningkatkan kemampuan pengawas untuk menguasai kompetensi-kompetensinya melalui pelatihan yang memadai.       
  


DAFTAR PUSTAKA
Rahmatullah, Wildan, 2012, Banyak Guru Hindari Jabatan Pengawas, (OnLine), (wildanrahmatullah.wordpress.com, diakses 14 September 2012).
Kompas, 2012, Perekrutan Pengawas dievaluasi, (OnLine), (http://cetak.kompas.com/read/2012/04/07/04392262/Perekrutan.Pengawas.Sekolah.Dievaluasi, diakses 15 September 2012).
 Fuaidi, Rofiq, Majalah Derap Guru Edisi 148/Th.XII/Mei/2012,   Perbaiki Rekrutmen Pengawas Pendidikan, (OnLine), (http://karangetan.wordpress.com/2012/05/22/perbaiki-rekrutment-pengawas-pendidikan/, di akses 14 September 2012).
Sudrajat, Akhmat, 2008, Forum Pengawas Sekolah, (OnLine), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/opini-pengawas-sekolah/, diakses 14 September 2012).
Bolla, Jevri, 2012,  Pengawas Oh Pengawas, (OnLine), (http://jevriaja.guru-indonesia.net/artikel_detail-23245.html, diakses 15 September 2012).
Corong Rakyat News, 20 Juni 2012, Kompetensi Pengawas NTB Masih Rendah, (OnLine), (http://www.corongrakyatnews.com/index.php/lombok/mataram/57-kompetensi-pengawas-pendidikan-ntb-masih-rendah, diakses 15 September 2021).
Utari, R. 2021, Penguatan Fungsi Pengawas Sekolah dalam Rangka Perbaikan Mutu di Indonesia, (OnLine),(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PENGUATAN%20FUNGSI%20PENGAWAS %20SEKOLAH_ISPI_RAHMANIA_0.pdf, diakses 15 September 2012).
Antara Jambi, 5 April 2012, Kemampuan pengawas Sekolah harus di atas Guru, (OnLine), (http://www.antarajambi.com/berita/296914/kemampuan-pengawas-sekolah-harus-diatas-guru, diakses 15 September 2012).
Suara Merdeka.com., 15 September 2012, Banyak Guru Hindari Jabatan Pengawas, (OnLine), (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/08/27/196642/16/Banyak-Guru-Hindari-Jabatan-Pengawas, diakses 15 September 2012).
Harian Metro Siantar tanggal 26 Maret 2009,
www.jubilee-jkt.sch.id/index.php?
wildanrahmatullah.wordpress.com
www.lpmpjateng.go.id/.../index.php
suaidinmath.wordpress.com
nasional.kompas.com/read/2010
junaidibengkulu.blogspot.com
eksposnews.com
karangetan.wordpress.com
www.balipost.co.id/\
bintangpapua.com
www.radarbuton.com/index.php?act=news&nid=29817
www.4skripsi.com/...penelitian/teknik-pengambilan
davinplus.blogspot.com/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar